Selasa, 03 Mei 2011

Zat Pengatur Tumbuh

            Pemberian zat pengatur tumbuh juga sangat menentukan keberhasilan budidaya secara kultur jaringan. Dalam medium kultur jaringan komponen zat pengatur tumbuh sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan, diferensiasi dan organogenesis. Organogenesis adalah proses terbentuknya organ tunas dan akar.
            Dikenal lima golongan zat pengatur tumbuh tanaman antara lain ; auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen. Dari kelima zat pengatur tumbuh tanaman itu memberi pengaruh yang berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu ; berpengaruh menghambat pertumbuhan dan berpengaruh merangsang pertumbuhan (Barden, 1987).
            Zat pengatur tumbuh tanaman yang sering dipakai dalam teknik kultur jaringan adalah 2,4 Dikhloropenoksiasetat (2,4-D), Indol-Acetic Acid (IAA), naphtalene – acetic Acid (NAA) dan Indol buteric acid (IBA). Auksin berperan dalam pembelahan sel, penghambatan mata tunas samping, pengguguran daun, aktifitas kambium dan pertumbuhan akar.
            Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang sering digunakan dalam medium kultur jaringan adalah kinetin (6-Furfuril Amino Purin), Zeatin, BAP (Benzil Amino Purin) dan BA ((6-Benzil Adenin). Peranan sitokinin pada proses fisiologis adalah mendorong pembelahan sel, mempercepat pertumbuhan kalus dan mendorong pertumbuhan tunas.
            Zat aktif yang dapat mempercepat pertumbuhan kalus tembakau telah berhasil diisolasi dan dibuat secara sintetik. Zat tersebut kemudian diberi nama kinetin, karena menyebabkan pembelahan sel (sitokinesis). Zat serupa yang memilki pengaruu sama dengan kinetin oleh para ahli diberi nama sitokinin. Kinetin belum pernah diisolasi dari jaringan tanaman tetapi diduga kinetin terdapat pada tanaman dalam konsentrasi yang rendah.
            Dalam kultur jaringan, zat pengatur tumbh golongan auksin dan sitokinin pada umumnya digunakan secara kombinasi. Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa bila konsentrasi sitokinin lebih tinggi daripada auksin akan tumbuh sel meristem pada kalus, kemudian berkembang menjadi kuncup, batang dan daun. Tetapi bila konsentrasi sitokinin diperkecil akan memacu pembentukan akar. Dengan memilih konsentrasi yang tepat akan diperoleh tumbuhan baru yang utuh (Salisbury, 1995).
            Menurut Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman (1991), hal hal yang harus diperhatikan dalam pemberian zat pengatur tumbuh tanaman pada eksplan secara eksogen  adalah :
a.       Zat pengatur tumbuh tanaman harus sampai di jaringan target, jaringan target adalah jaringan eksplan yang akan diinduksi.
b.      Zat pengatur tumbuh tanaman harus berada cukup lama di jaringan target
c.       Zat pengatur tumbuh sintetik yang diberikan akan berinteraksi dengan zat pengatur tumbuh yang sifatnya endogen
d.      Tanaman yang sehat akan memberikan respons yang baik terhadap zat pengatur tumbuh yang diberikan.
e.       Responss zat pengatur tumbuh tergantung dari genetik dan tingkat pertumbuhan tanaman.
            Keseimbangan dan interaksi zat pengatur tumbuh di dalam eksplan baik yang bersifat endogen maupun eksogen pada prinsipnya dapat dipergunakan untuk setiap tanaman maupun setiap fase perkembangan. Auksin sangat luas digunakan terutama untuk pertumbuhan kalus dan pertumbuhan akar. Bersama sama sitokinin dapat mengatur tipe morfogenesis yang dikehendaki (kalus, akar, tunas, regenerasi dinding sel dan lain lain).
            Menurut Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman (1991), gambaran keseimbangan auksi dan sitokinin sebagai berikut :
a.       Pembentukan akar pada stek in vitro hanya membutuhkan auksin tanpa sitokinin, atau sitokinin dalam jumlah yang rendah
b.      Embriogenesis memerlukan nisbah auksin dan sitokinin yang tinggi (konsentrasi auksin lebih tinggi dari sitokinin)
c.       Pembentukan akar adventif dari kalus selain auksin tetap dibutuhkan sitokinin.
d.      Pembentukan kalus dari tanaman dikotil tetap memerlukan sitokinin disamping auksin yang cukup tinggi. Pada tanaman monokotil pembentukan kalus hanya memerlukan auksin dalam jumlah yang tinggi tanpa sitokinin.
e.       Pembentukan tunas adventif disamping memerlukan sitokinin dalam konsentrasi yang cukup tinggi tetap diperlukan auksin dalam jumlah konsentrasi yang rendah
f.       Proliferasi tunas aksilar hanya memerlukan sitokinin dalam konsentrasi yang tinggi tanpa auksin atau auksin dalam konsentrasi yang rendah sekali.
            Pengaruh auksin dan sitokinin di atas hanyalah gambaran kasar saja, dalam prakteknya konsentrasi zat pengatur tumbuh tanaman tersebut (auksin dan sitokinin) tergantung dari : jenis eksplan, kondisi kultur serta jenis auksin dan sitokinin yang digunakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar